Gerbangsulsel.com- Salah seorang aktivis Takalar, Arsyadleo, melaporkan dugaan kerugian negara sebesar Rp1,7 miliar ke Kejaksaan Negeri Takalar pada Rabu, 17 Desember 2024.
Dugaan tersebut didasarkan pada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sulawesi Selatan pada tahun 2023 yang hingga kini belum ditindaklanjuti.
Arsyadleo menjelaskan, temuan BPK tersebut terkait dengan pelanggaran administrasi oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara (PPATS) dan sejumlah notaris dalam penerbitan akta tanah. Kerugian negara yang tercatat mencapai Rp1.762.500.000,00.
“Temuan ini seharusnya menjadi pemasukan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, PPATS dan sejumlah notaris yang terlibat tidak memenuhi kewajiban mereka terkait Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),” ujar Arsyadleo.
Kewajiban BPHTB Tidak Dipenuhi
BPHTB merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan yang wajib dibayarkan oleh pembeli, sesuai Pasal 40 Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024.
Tarif pungutan tersebut ditetapkan sebesar 5% dari nilai transaksi.
Selain itu, Arsyadleo mengungkapkan bahwa dalam setiap transaksi pembelian tanah atau bangunan, baik untuk pribadi maupun badan hukum, pembeli wajib membayar BPHTB.
Namun, PPATS dan sejumlah notaris yang terlibat dalam proses ini diduga tidak melaksanakan penertiban akta sesuai aturan, sehingga menyebabkan kerugian negara.
“Ini adalah pelanggaran yang ditemukan oleh BPK. Kami mendesak Kejaksaan Negeri Takalar segera menyelidiki dan mengambil tindakan tegas untuk menyelamatkan uang negara sebesar Rp1,7 miliar lebih,” tegas Arsyadleo.
Laporan ini menjadi perhatian publik dan diharapkan menjadi langkah awal bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Kejaksaan Negeri Takalar diharapkan segera mengambil langkah penyelidikan dan penegakan hukum.
Editor : Darwis
Follow Berita Gerbangsulsel.com di Google News