Gerbangsulsel.com, Makassar – Politisi sekaligus pengusaha asal Makassar, Annar Salahuddin Sampetoding (ASS), jatuh sakit setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus produksi uang palsu di Kampus UIN Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Setelah menjalani pemeriksaan lebih dari 24 jam, kondisi kesehatan ASS memburuk, sehingga ia dilarikan ke Rumah Sakit Bhayangkara Makassar untuk mendapatkan perawatan medis intensif.
Menurut informasi dari pihak kepolisian, ASS mengalami kambuhnya penyakit jantung dan prostat akibat tekanan pemeriksaan yang berlangsung sejak Kamis malam hingga pada Sabtu (28/12/2024).
“Kesehatan tersangka menjadi prioritas, tetapi proses hukum tetap berjalan sesuai prosedur,” ujar Kapolres Gowa, AKBP Reonald T. Simanjuntak.
Adapun terkait peran ASS dalam kasus ini, Kapolres Gowa memilih untuk tidak memberikan rincian lebih lanjut.
“Senin nanti kita rilis langsung oleh Kapolda, beliau yang akan menyampaikan lebih lanjut,” tambahnya.
Peran ASS dalam Kasus Uang Palsu
Annar Sampetoding adalah tersangka terbaru yang ditangkap dalam jaringan besar kasus uang palsu yang berpusat di Kampus II UIN Alauddin Makassar.
Sebelumnya, 17 tersangka lainnya telah ditahan, termasuk mantan Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Andi Ibrahim.
Polisi menemukan berbagai barang bukti dalam kasus ini, termasuk 4.554 lembar uang palsu pecahan Rp100.000, uang asing seperti Won dan Dong, serta mesin pencetak yang dibeli dari Tiongkok senilai Rp600 juta.
Selain itu, penyidik masih mengejar dua pelaku lainnya yang hingga kini buron.
Pengawalan Ketat di Rumah Sakit
Meski tengah dirawat, ASS tetap dalam pengawasan ketat oleh empat personel Polres Gowa selama 24 jam di Rumah Sakit Bhayangkara.
Pihak kepolisian memastikan bahwa kondisi kesehatannya tidak akan menghalangi proses penyelidikan lebih lanjut.
“Kami terus memantau perkembangan medisnya. Proses hukum akan tetap berlanjut sesuai aturan,” tegas AKBP Reonald.
Ancaman Hukuman Berat
Dalam kasus ini, ASS dan para tersangka lainnya terancam hukuman berat berdasarkan Pasal 36 dan Pasal 37 UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan mencapai 10 tahun penjara hingga seumur hidup.